Minggu, 19 Mei 2013

penyelewengan ibnu taimiyah



THEOLOGI IBNU TAIMIYAH
Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kalam
Yang diampu oleh bapak Drs. Mufid Fadli M.Ag.



Disusun Oleh :
                1.      M. Ikhwanuddin
                 2.      Tatik Rofi’atul Ilmiyah




FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ)
JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2013


PENDAHULUAN

Sebagaimana kita ketahui, abad ke-13 M merupakan periode malapetaka bagi sejarah Islam yang mana itu ditandai dengan masih porak poranda pada waktu seperti perang salib yang berkepanjangan, penyerbuan Mongol ke negara muslim yang memusnahkan kekayaan intelektual dan membunuh cultural serta membunuh jutaan kaum muslimin. Negara Baghdad yang terkenal dengan pusat kota intelektual dan cultural telah dirampok oleh Hulaku Khan pada tahun 1258 M.
Pada kurun waktu dan huru-hara serta bencana seperti itu, maka lahirlah seorang pemikir yang sangat berpengaruh besar terhadap dunia pemikiran Islam, yaitu Ibnu Taimiyah. Beliau merupakan seorang pemikir bebas dan penganut kemerdekaan hati nurani. Beliau juga seorang yang dipertanyakan oleh sebagian ummat, tetapi dimuliakan oleh semuanya. Karya serta teladan hidupnya menjadi sumber ilham bagi setiap orang.
RUMUSAN MASALAH                           
1.      Bagaimana riwayat hidup Ibnu Taimiyah.
2.      Beberapa karangan kitab dan paham kontroversial Ibnu Taimiyah.








PEMBAHASAN
A.    Riwayat singkat Ibnu Taimiyah.
Nama lengkapnya Ahmad Taqiyudin Abu Abbas bin Syihabuddin Abdul Mahasin Abdul Halim bin Abdissalam bin Abdillah bin Abi Qasim Al Khadar bin Muhammad bin Al-Khadar bin Ali bin Abdillah. Nama Taimiyah dinisbatkan kepadanya karena moyangnya yang bernama Muhammad bin Al-Khadar melakukan perjalanan haji melalui jalan Taima’. Sekembalinya dari haji, ia mendapati isterinya melahirkan seorang anak wanita yang kemudian diberi nama Taimiyah. Sejak saat itu keturunannya dinamai Ibnu Taimiyyah sebagai peringatan perjalanan haji moyangnya itu.[1]
Ibnu Taimiyah dilahirkan di Harran pada hari senin tanggal 10 Rabi’ul Awwal tahun 661 H dan meninggal di penjara pada malam senin tanggal 20 Dzul Qa’dah tahun 729 H. kewafatannya telah menggetarkan dada seluruh penduduk Damaskus, Syam, dan Mesir, serta kaum muslimin pada umumnya. Ayahnya bernama Syihabuddin Abu Ahmad Abdul Halim Bin Abdussalam Ibn Abdullah bin Taimiyah, seorang Syaikh, Khatib dan Hakim di kotanya.[2]
Dikatakan oleh Ibrahim Madkur bahwa Ibnu Taimiyah merupakan tokoh salaf yang ekstrim karena kurang memberikan ruang gerak pada akal. Ia adalah murid yang muttaqi, wara, dan zuhud serta seorang panglima dan penentang bangsa Tartas yang pemberani. Ia dikenal sebagai seorang muhaddits mufassir (Ahli tafsir Al-Quran berdasarkan hadits), faqih, teolog, bahkan memiliki pengetahuan yang luas tentang filsafat. Ia telah mengkritik Khalifah Umar dan Khalifah Ali bin Abi Thalib. Ia juga menyerang Al-Ghazali dan Ibnu Arabi. Kritiknya ditunjukan pula kepada kelompok-kelompok agama sehingga membangkitkan kemarahan para ulama sezamannya. Berulang kali Ibnu Taimiyah masuk ke penjara hanya karena bersengketa dengan para ulama sezamannya.[3]
Ibnu Taimiyah terkenal sangat cerdas sehingga pada usia 17 tahun ia telah dipercaya masyarakat untuk memberikan pandangan-pandangan mengenai masalah hukum secara resmi. Para ulama merasa sangat risau oleh serangan-serangannya serta iri hati terhadap kedudukannya di istana gubernur damaskus, telah menjadikan pemikiran-pemikiran Ibnu Taimiyah sebagai landasan untuk menyerangnya. Dikatakan oleh lawan-lawannya bahwa pemikiran Ibnu Taimiyah sebagai klenik, antropomorpisme sehingga pada awal 1306 M Ibnu Taimiyah dipanggil ke Kairo kemudian dipenjarakan.
Masa hidup Ibnu Taimiyah bersamaan dengan kondisi dunia Islam yang sedang mengalami disintegrasi, dislokasi sosial, dan dekadensi moral dan akhlak. Kelahirannya terjadi lima tahun setelah Baghdad dihancurkan pasukan Mongol, Hulagu Khan. Oleh sebab itu, dalam upayanya mempersatukan umat islam, mengalami banyak tantangan, bahkan ia harus wafat di dalam penjara.[4]
B.     Diantara karangan-karangan kitab beliau, antara lain :
a.         Muwafaqah Sharih al-Ma’qul li Shahih al-Manqul.
b.         Al-jawab al-Shahih Liman Baddala Dina al- Masih.
c.         Al-Rasail Wa al-Masail.
d.        Al-Iman.
e.         Al-Istiqamah.
f.          Kitab al-Tauhid.
g.         Naqd al-Mantiq.[5]
Berikut ini akan kita lihat beberapa faham kontroversial Ibnu Taimiyah yang beliau tuliskan sendiri dalam karya-karyanya, di mana faham-fahamnya ini mendapatkan reaksi keras dari para ulama yang hidup semasa Ibnu Taimiyah sendiri atau dari mereka yang hidup sesudahnya.
1.         Pernyataan Ibnu Taimiyah bahwa alam ini tidak memiliki permulaan, ia ada azali bersama Allah.
Dalam keyakinan Ibnu Taimiyah bahwa jenis-jenis dari alam ini tidak memiliki permulaan, ia azali atau qadim sebagaimana Allah Azali dan Qadim. Menurutnya, yang baharu dan memiliki permulaan dari alam ini adalah materi-materinya saja, sementara jenis-jenisnya adalah sesuatu yang azali. Ibnu Taimiyah menuliskan faham ekstrimnya ini dalam bayak karyanya. Di antaranya dalam Muwafaqat Sharih al-Ma’qul Li Shahih al-Manqul, Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah, Kitab Syarh Hadits an-Nuzul, Majmu’ al-Fatawa, Kitab Syarh Hadits ‘Imrah ibn al-Hushain, dan Kitab Naqd Maratib al-Ijma’.
2.         Pernyataan Ibn Taimiyah bahwa Allah adalah Jism (benda).
Pernyataan Ibnu Taimiyah bahwa Allah adalah benda beliau sebutkan dalam banyak tempat dari berbagai karyanya, dan bahkan membela kesesatan kaum Mujassimah yaitu kaum yang berkeyakinan bahwa Allah sebagai jism. Pernyataannya ini di antaranya disebutkan dalam Syarh Hadits an-Nunzul, Muwafaqat Sharih al-Ma’qul Li Shahih al-Manqul, Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah, Majmu’ Fatawa, dan Bayan Talbis al-Jahmiyyah. Di antara ungkapannya yang beliau tuliskan dalam Bayan Talbis al-Jahmiyyah adalah sebagai berikut: “Sesungguhnya tidak ada penyebutan baik di dalam al-Qur’an, hadits-hadits nabi, maupun pendapat para ulama Salaf dan para Imam mereka yang menafikan tubuh (jism) dari Allah. Juga tidak ada penyebutan yang menafikan bahwa sifat-sifat Allah bukan sifat-sifat benda.
3.         Pernyataan Ibnu Taimiyah bahwa Allah berada pada tempat dan arah, dan bahwa Allah memiliki bentuk dan ukuran.
Keyakinan Ibnu Taimiyah bahwa Allah berada pada tempat dan bahwa Allah memiliki bentuk dan ukuran dengan sangat jelas beliau sebutkan dalam karya-karyanya. Di antaranya dalam karyanya berjudul as-Sab’iniyyah dan Muwafaqat Sharih al-Ma’qul, di dalamnya Ibnu Taimiyah menuliskan sebagai berikut: Semua manusia, baik dari orang-orang kafir maupun orang-orang mukmin telah sepakat bahwa Allah bertempat di langit, dan bahwa Dia diliputi dan dibatasi oleh langit tersebut, kecuali pendapat al-Marisi dan para pengikutnya yang sesat. Bahkan anak-anak kecil yang belum mencapai umur baligh apabila mereka bersedih karena tertimpa sesuatu maka mereka akan mengangkat tangan ke arah atas berdoa kepada Tuhan mereka yang berada di langit, tidak kepada apapun selain langit tersebut. Setiap orang lebih tahu tentang Allah dan tempat-Nya di banding orang-orang Jahmiyyah.
4.         Pernyataan Ibn Taimiyah bahwa Allah duduk.
Pernyataan Ibnu Taimiyah bahwa Allah bersifat dengan duduk sangat jelas beliau sebutkan dalam beberapa tempat dari karya-karyanya, sekalipun hal ini diingkari oleh sebagian para pengikutnya ketika mereka tahu bahwa hal tersebut adalah keyakinan yang sangat buruk. Di antaranya dalam kitab berjudul Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah, Syarh Hadits an-Nuzul, Dan Majmu’ Fatawa. Ibnu Taimiyah berkata: Para ulama yang diridlai oleh Allah dan para wali-Nya telah menyatakan bahwa Rasulullah Muhammad didudukan oleh Allah di atas ‘arsy bersama-Nya.
5.         Pernyataan Ibn Taimiyah bahwa Neraka dan siksaansiksaan terhadap orang kafir di dalamnya memiliki penghabisan.
Termasuk kontroversi besar yang menggegerkan dari Ibnu Taimiyah adalah pernyataannya bahwa neraka akan punah, dan bahwa siksaan terhadap orang-orang kafir di dalamnya memiliki penghabisan. Kontroversi ini bahkan diikuti oleh murid terdekatnya yaitu Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah. Dalam karyanya berjudul ar-Radd ’Ala Man Qala Bi Fana’ an-Nar, Ibnu Taimiyah menuliskan sebagai berikut: Di dalam kitab al-Musnad karya ath-Thabarani disebutkan bahwa di bekas tempat neraka nanti akan tumbuh tumbuhan Jirjir. Dengan demikian maka pendapat bahwa neraka akan punah, dikuatkan dengan dalil dari al-Qur’an, Sunnah, dan perkataan para sahabat. Sementara mereka yang mengatakan bahwa neraka kekal tanpa penghabisan tidak memiliki dalil baik dari al-Qur’an maupun Sunnah.[6]







KESIMPULAN
Dalam memahami ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan Tauhid maka beliau mengartikannya secara harfiyah tanpa menta’wilnya.
Ibnu Taimiyah memiliki prinsip dasar yaitu :
·   Wahyu merupakan sumber pengetahuan agama dan penalaran hanyalah sumber    terbatas.
· Hanya al-Qur’an dan Hadits sebagai penuntun yang otentik dalam segala persoalan.
Ibnu Taimiyah adalah seorang tekstualis oleh sebab itu pandangannya oleh Al-Khatib Al-Jauzi (pengarang kitab Daf’u Syubah at Tasybih Bi Akaff at Tanzih) sebagai pandangan tajsim Allah (antropomorpisme) yakni menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Oleh karena itu, Al-Jauzi berpendapat bahwa pengakuan Ibnu Taimiyah sebagai Salaf perlu ditinjau kembali.

DAFTAR PUSTAKA
Abbad Sirajudin, I’tiqad Ahlussunah Wal-jama’ah, Pustaka Tarbiyyah, Jakarta.
Abul Hasan Ali An-Nadawi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, CV. Pustaka Mantiq, Solo,  1995
Madkour, Ibrohim, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1995
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung, 2000
Nasir Sahilun. Pemikiran Kalam (Teology Islam ), Rajawali Pers, Jakarta, 2010.
www.pustakaaswaja.web.id





[1] Sirajudin Abbad, I’tiqad Ahlussunah Wal-jama’ah, Pustaka Tarbiyyah, Jakarta, 1987. Hal. 261
[2] Abul Hasan Ali An-Nadawi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, CV. Pustaka Mantiq, Solo, 1995, Hal. 41
[3] Ibrahim Madkour, Aliran dan teori Filsafat Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1995, Hal. 36
[4] Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung, 2000, Hal. 115
[5] Sahilun A. Nasir. Pemikiran Kalam (Teology Islam), Rajawali Pers. Jakarta, 2010.  Hal. 281
[6] www.pustakaaswaja.web.id